Pontianak – Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kalimantan Barat menggelar Pelatihan Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) Terintegrasi dan Manajemen Risiko (MR) di Aula Kanwil Kemenkumham Kalbar. Senin (02/09)
Kegiatan ini merupakan hasil kerja sama antara Kanwil Kemenkumham Kalbar dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kalbar. Workshop tersebut menghadirkan Auditor Ahli Madya Mujiyanto bersama tim narasumber Auditor Ahli Madya, Sunaryo Wisnu Pramono dan Auditor Ahli Pertama, Laura Widha Putri dari BPKP Provinsi Kalimantan Barat. Para peserta yang hadir terdiri dari Kepala Unit Pelaksana Teknis se-Kalimantan Barat, pejabat manajerial dan non-manajerial, serta operator SPIP perwakilan dari UPT di lingkungan Kemenkumham Kalbar.
Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Kalbar, melalui Kepala Divisi Administrasi Hajrianor, menyampaikan bahwa pelatihan SPIP Terintegrasi dan Manajemen Risiko sangat diperlukan oleh jajaran ASN Kementerian Hukum dan HAM. Menurutnya, manajemen risiko merupakan proses pengelolaan risiko yang dapat mendukung pencapaian tujuan organisasi, khususnya di lingkungan pemerintah. "Penguatan SPIP dengan implementasi manajemen risiko merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan akuntabilitas Kementerian," jelas Hajrianor.
Lebih lanjut, Hajrianor menjelaskan bahwa maturitas SPIP terdiri dari lima unsur, yaitu lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan pengendalian intern. Kelima unsur ini saling terkait dan harus diintegrasikan dalam proses pengendalian yang menyatu pada setiap tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus oleh pimpinan dan pegawai. Oleh karena itu, seluruh sumber daya manusia harus membentuk lingkungan pengendalian yang baik untuk mencapai tujuan organisasi.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, setiap instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah, diwajibkan menerapkan SPIP dan Manajemen Risiko. "Dalam peraturan tersebut, tidak hanya dijelaskan terkait pengendalian intern, tetapi juga mencakup proses tata kelola, manajemen risiko, dan pengendalian atas kemungkinan buruk yang belum terjadi," tambah Hajrianor. "Proses ini harus berjalan secara terintegrasi karena memiliki hubungan erat satu sama lain."
Sementara itu, Auditor Ahli Madya Mujiyanto menekankan pentingnya pemahaman para pengelola risiko organisasi untuk dapat mengidentifikasi risiko dengan baik. Menurutnya, saat ini identifikasi risiko masih sebatas pemenuhan pengisian risk register tanpa mencakup seluruh potensi risiko organisasi secara komprehensif. "Berdasarkan monitoring BPKP, umumnya di Kementerian dan Lembaga, risiko yang diidentifikasi masih terfokus pada risiko operasional saja," ungkap Mujiyanto. "Jenis risiko lain, seperti risiko reputasi dan risiko fraud yang sangat signifikan, masih sangat minim diidentifikasi," tambahnya. (Foto/Narasi:Yulizar)
Dokumentasi: